CW// profanities , name calling , mention of drugs , mild NSFW content
basically Marcy got his heat because of Aiden’s pheromone.
Marcelyn Lee adalah seorang perfeksionis nan profesional.
Menjadi sosok model bagi brand fashion ternama seantero negeri artinya Marcy harus melakukan yang terbaik dari kemampuannya. Belum lagi jika harus bersanding dengan sosok model kondang — yang sayangnya congkak macam Aiden Kim, kerja kerasnya selama dua tahun menyandang titel model ternama seolah sedang diuji.
Sudah cukup pikirnya, Marcy tidak akan membiarkan harga dirinya dipermainkan semena-mena lagi atau parahnya dipermalukan didepan publik oleh si alpha dominan menyebalkan itu.
Tapi, apa Marcy masih bisa profesional dan menyelesaikan seluruh perannya dengan sempurna tanpa cela sedikitpun jika sosok alpha menyebalkan baginya itu terus mengeluarkan feromonnya yang pekat ke seluruh ruangan?
And being as oblivious as he is, alpha yang kini berbalut setelan jas mewah keluaran terbaru dari brand fashion yang menjadi icon utama dari pemotretan kali ini malah merasa seolah tidak terjadi apa-apa. Tanpa tau kalau ada omega yang susah payah menahan diri untuk tidak “ambruk” sebab feromon yang memenuhi penghidunya.
But then again, Marcy adalah seorang perfeksionis, dan seorang profesional. This shit won’t make him budge, no matter what.
Sesi pemotretan pun dimulai. Sesuai arahan dari sang fotografer, Aiden akan melakukan sesi pemotretan solo lebih dulu, dilanjut dengan dirinya kemudian diakhiri dengan sesi pemotretan bersama.
Sesi pemotretan solonya sudah rampung, hanya tinggal sesi pemotretan bersama si alpha. Inilah momen yang paling Marcy antisipasi.
Omega kelahiran bulan sebelas itu kira ia sudah sangat hebat menjaga profesionalitasnya di hadapan semua orang. Marcy kira ia sudah cukup baik dalam menutupi reaksi sebab efek dari feromon a certain alpha in the room.
Namun perkiraannya hanyalah sebuah perkiraan. Tepat saat Aiden mengambil posisi di sampingnya, Marcy langsung rasakan lemas di kedua kakinya.
Marcy merutuk dalam hati, kenapa pula si alpha dominan ini harus mengeluarkan feromonnya sebanyak ini?!
“Could you fix your posture and stand properly?” nada masam terlontar dari si alpha, sebelum ia melanjutkan.
“You look like you could passed out any moment, if you stand like that”
Marcy balas mendecih, apa-apaan si alpha ini? Berlagak sok peduli padanya tiba-tiba.
“Apa peduli lo?!” terdengar helaan nafas berat dari Aiden.
“Siapa bilang gue peduli? Gue cuman gak mau foto ini jelek karena lo gak bisa jaga postur lo itu. You better fix that, atau gak usah ada disini”
Marcy benar-benar murka sebenarnya, ingin sekali mengutuk langsung alpha ini tepat di wajahnya. Namun, Marcy sudah terlanjur lemas untuk sekedar membalas ucapan Aiden, lantas delikan tajam yang ia berikan pada satu-satunya alpha disana.
Sesi pemotretan kembali dimulai, keduanya mengikuti arahan dari si fotografer dengan baik. Pun hasil yang keluar amat memuaskan — memang sudah tidak usah diragukan lagi titel model papan atas itu tersemat untuk keduanya.
Namun seiring berjalannya waktu, Marcy cannot stand the urge to just passed out. Feromon pekat dengan aroma mint serta tembakau kuat mulai menginvasi respirasinya.
Nafas Marcy sedikit memburu, dan di setiap tarikan nafasnya, aroma kuat dari feromon alpha satu-satunya di ruangan itu semakin buatnya lemas tak berdaya.
Dalam kondisi semrawut, Marcy teringat satu hal. Yang ia rasakan kini terlalu familiar. Rasa tidak nyaman pada perutnya serta debaran jantung yang seolah tak terkendali, hampir seperti gejala pre-heat.
Tapi Marcy hafal diluar kepala jadwal siklus heatnya, dan sekarang bukanlah waktu yang tepat. Marcy juga jelas tau gejala pre-heatnya tidak pernah semenyiksa ini. Ini terlalu menyesakan.
It became too overwhelming…
Omega dalam dirinya meraung-raung. Ini tidak bagus, pikirnya. Marcy tak bisa berlama-lama di satu ruangan yang sama dengan Aiden. Ia harus segera pergi dari sana, mencari udara segar guna menenangkan dirinya dan suhu disekelilingnya yang seketika naik tiap helaan nafasnya.
Marcy hampir akan ambruk ke lantai dan membentur props disekitarnya, jika sepasang tangan kekar tak kalah cepat untuk meraihnya.
“Pull yourself together” bisik Aiden, dingin dan menusuk tepat di telinga Marcy.
Omega cantik itu sudah terlalu lemas untuk sekedar menghiraukan nada dingin dari Aiden. Semesta seperti sedang membolak-balikan takdirnya, apa harus Aiden yang melihatnya dalam kondisi seperti ini?
Marcy makin rasakan lemas di kedua tungkainya, rasa sakit di bagian bawah perutnya pun tak berikan efek yang bagus. Tubuhnya panas sekali, kepalanya juga pening luar biasa. Feromon dari Aiden yang tak kunjung berhenti menguar buatnya ingin sekali menanggalkan satu-persatu pertahanan di dalam dirinya.
Marcy tidak kuat…
Namun setitik rasional yang masih tersisa dalam benaknya memaksa Marcy untuk melawan.
“Get your — hands off me!” dengan tenaga yang tersisa, Marcy coba singkirkan tangan yang senantiasa menopangnya.
“Are you being serious right now? Lo hampir pingsan depan mata gue but still proceed to be so cocky? Apa semua omega resesif itu gak tau terima kasih, atau cuman lo doang yang begini, huh?”
“I don’t need any etiquette lesson from a dickhead alpha like you” kendati nafasnya yang terengah-engah, dengan sisa tenaganya Marcy hempas pegangan si alpha pada tubuhnya.
Alas, tentu saja hal yang mustahil dilakukan untuk seorang omega diujung siklus heat untuk melawan tenaga seorang alpha dominan.
Aiden malah menariknya ke tempat yang jauh dari kerumunan staff, lantas semakin mengeratkan rengkuhannya pada tubuh ringkih si omega Lee.
Feromon dominan semakin menguar, Marcy rasa penghidunya seperti dicekoki poppers, sebab sedetik kemudian Marcy rasakan lemas di seluruh syarafnya. Gelinjang menjalar sampai ke tulang belakang.
Feromon pekat yang tadinya buat dirinya tak nyaman itu berubah menjadi feromon yang ia butuhkan saat ini juga. Omega dalam dirinya pun dirasa semakin meraung untuk dipuaskan dan tenggelam dalam balutan feromon si dominan.
Kepala si omega tertunduk dalam, merah padam menjalar dari wajah hingga telinganya. Sekuat tenaga Marcy menahan rintihan yang hampir lolos dari bibirnya, sebab reaksi alami yang keluar dari alat reproduksinya yang juga tak kuasa menerima dominansi feromon si alpha.
“Dipikir gampang nolak gue kayak gitu, hm, omega?” suara Aiden berat dan dalam, it’s alpha’s voice. Marcy total lemas.
“Lo cuman omega resesif murahan, selalu butuh alpha buat puasin nafsu lo yang rendahan ini. Am I right, omega?”
That was harsh. Hati Marcy mencelos, Aiden merendahkan dirinya dalam suara alphanya. Omega dalam diri Marcy melolong keras.
Marcy menggeleng lemah, coba menyanggah cercaan si alpha dominan.
“Kenapa, hm? Gue salah? Kalau gitu lo mau jelasin kenapa feromon lo kecium makin manis, omega?” Aiden terkekeh rendah, sebelum melanjutkan “apa dibawah sana juga udah basah, hm? Have your slick running down your thighs, omega?”
Telak, Marcy kalah telak. Omega itu loloskan rintihan rendah kala rasakan nafas panas Aiden menyapu lehernya. Marcy meremas coat yang dikenakan Aiden putus asa.
“A-alpha…” rintih Marcy, secara naluriah memampatkan diri pada tubuh si dominan. Membalut diri dengan feromon mint bercampur tembakau yang buatnya mabuk itu.
“Are you gonna beg me, omega? Gonna let your guards down and finally let yourself submit to me like a little cock-hungry slut?”
Marcy hilang seluruh kendali pada tubuhnya, omega dalam dirinya sudah hampir menguasai dirinya. Bisikan kotor Aiden yang akan buatnya sakit hati jika nalarnya masih berjalan itu kini berbalik buat dirinya makin panas.
“Gonna take that as a yes then” seolah tak peduli akan tatapan serta gunjingan dari para staff nantinya, tubuh omega yang lebih ringkih itu lantas dibopong oleh si alpha.