Marcelyn Lee, atau akrab dikenal dengan sebutan Marcy. 24 tahun, omega resesif. Sosok wajah baru di ranah modelling. Hanya sejauh itu Aiden tahu tentang partner model barunya ini. Setuju dengan kontrak yang ada, artinya Aiden harus setuju berkooperasi dengan si omega terlepas dari traumanya.
Sudah genap 4 tahun model papan atas itu mengidap trauma yang mungkin akan terdengar aneh untuk kalangan awam. Aiden Kim, model papan atas kebanggaan Korea Selatan, yang juga seorang alpha dominan itu memiliki trauma terhadap omega.
Semua bermula pada saat usianya 19 tahun, dimana ia diharuskan menghadapi takdir keji yang menyakitkan. Alpha belia itu harus menyaksikan sendiri matenya berselingkuh dengan alpha dominan lain. Padahal ia kira, omega dominan yang sudah menjadi matenya semenjak sekolah menengah atas itu omega baik dan terhormat. Namun ketika matanya melihat sendiri sosok omega yang tengah digagahi oleh alpha dominan lain, Aiden murka. Amarah bergejolak dalam dadanya, namun tak ada upaya yang ia lakukan. Aiden malah memilih pergi, memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tak mengindahkan lelehan air mata menuruni pipinya.
Dalam keadaannya yang gelap akan amarah, Aiden meraih lehernya sendiri. Sengaja ia tancapkan kuku kukunya tepat diatas scent gland miliknya. Seolah mati rasa, alpha itu terus menorehkan cakaran diatas bonding marknya. Feromonnya berubah masam, bau besi pun mulai memenuhi seluruh mobil. Aiden mual, pandangannya mengabur, dadanya juga sakit. Tepat sebelum dirinya menabrak pembatas jalan, Aiden injak pedal rem secara tiba-tiba. Detik berikutnya, Aiden memuntahkan seluruh isi perutnya ke luar jalanan.
Seluruh tubuhnya sakit, luka pada scent glandnya pun mulai perih. Tapi Aiden pilih tidak peduli, rasa sakit di dadanya seolah membuat dirinya mati rasa. Ia pikir mati saat itu pun Aiden tidak peduli.
Aiden ingat sekali dirinya hampir meregang nyawa dipinggir jalan sepi, dengan luka terbuka di lehernya. Lucky for him, Yelena segera membawanya ke rumah sakit begitu menemukan lokasinya lewat ponsel. Dark age kalau Yelena bilang, Aiden tidak menyanggah juga. Memang benar, masa-masa itu kelam sekali untuk Aiden. Kejadian itu yang memberikan Aiden trauma berkepanjangan yang ia tidak tahu juga apa ia bisa kembali normal atau tidak.
Omong-omong soal omega yang akan menjadi rekan modelnya, Aiden sudah mencari tahu tentangnya. Hanya informasi-informasi umum memang — Aiden tidak begitu tertarik soal kehidupan orang lain — ia juga sempat mengunjungi akun media sosial Marcy.
Kalau boleh jujur, untuk sepantaran omega pada umumnya Marcy Lee tidak terlalu nampak seperti salah satunya. Postur tubuh pemuda itu tinggi, kurus dan sepertinya lebih tinggi beberapa senti darinya. Tegas wajahnya juga tidak menunjukan sosok omega, kecuali bagian pipi gembilnya dan mata besar seperti rusa yang menjadi satu-satunya ciri kalau dia adalah seorang omega. Mungkin karena ia omega resesif, karakteristik omega pada umumnya minim sekali dalam dirinya.
Kalau boleh jujur lagi, sebetulnya Aiden sedikit merasa gugup. Sudah hampir setengah tahun ia tidak — menolak — berada dalam lingkup yang sama dengan omega. Meskipun Marcelyn Lee seorang omega resesif, tidak menjamin kalau Aiden bisa berinteraksi dengannya tanpa memicu traumanya kan?
Ah persetan dengan itu, mau bagaimanapun juga ia adalah model papan atas kebanggaan negara, Aiden harus profesional dalam kondisi dan keadaan apapun. Bukan hanya masalah profesionalitasnya saja, ini juga menyangkut harga dirinya sebagai alpha dominan.
“Aiden, gue masih ada urusan sama pihak Svitzmanz bentar, lo tunggu aja di green room buat makeup lebih dulu. Marcy juga kayaknya belom dateng deh” ujar Yelena. Aiden mengerutkan alis. “Green room gue nyatu sama dia?”
“Ya nggak lah! Lo sendiri yang minta buat meminimalisir interaksi sama omega” Aiden tampak bernafas lega.
“Ya udah, I’ll just go now. Be a good boy okay Aiden?” ujar Yelena seraya menepuk puncak kepala Aiden, yang disebut cuman mendengus sebal mengundang perempuan dihadapannya terkekeh geli.
Begitu perempuan beta itu pergi, Aiden langsung mendudukan diri di sofa yang ada di ruang tunggunya. Kaki jenjangnya ia sanggakan di meja rendah di depannya, langsung fokus pada ponselnya. Menit demi menit berlalu, alpha dominan itu masih fokus dengan urusannya sampai atensinya teralih karena pintu ruang tunggunya terbuka. Menampakkan sosok tinggi yang baru-baru ini familiar dalam ingatannya. Aiden sempat menegang sekejap kala sosok yang baru saja membuka pintunya itu si omega rekan modelnya hari ini.
“Ah! Sorry… I thought there’s no one here!” seru Marcy, kental dengan aksen Britania. Sebelum pintu kembali ditutup Aiden bangkit. Dipanggilnya si omega.
“Tunggu!” si omega yang masih memegang gagang pintu itu menatap ke arahnya. Aiden mendekat–-masih ia beri jarak kurang lebih satu meter — ia sempat terhenyak sedikit, ternyata mata si omega resesif itu lebih bulat kalau dilihat langsung.
“You are Marcelyn Lee, aren’t you?” tanya Aiden yang dibalas anggukan kecil dari si omega.
“And you are Aiden Kim, right?” giliran Aiden yang mengangguk, “gue banyak denger soal lo” si omega tersenyum simpul. “You do?” tanya Aiden kembali.
“Yeah, gue banyak ngikutin majalah majalah dan brand yang lo modelin, juga runway-runway yang pernah lo hadirin. Bisa dibilang gue ini penggemar lo, dan ini merupakan sebuah kehormatan bisa kerja di project yang sama with you”
Omega itu tersenyum lebar tangannya pun terulur hendak berjabat dengannya, namun Aiden yang refleks langsung menghindar mundur membuat Marcy menarik sedikit uluran tangannya. Dalam hati ia sedikit merasa kecewa. Apalagi ketika alpha di hadapannya malah melipat tangannya di depan dada.
“You said you heard a lot about me…” Aiden berujar, nadanya terdengar dingin di telinga Marcy. “But I think you didn’t” Marcy mengerutkan dahi kala Aiden mendengus. “Gue gak suka deket sama omega, apalagi omega yang terang-terangan ngejilat gue buat dapet pamor lebih. I hate those kind of people”
Marcy terhenyak, rasa kecewa dalam dadanya kini semakin besar dan berubah menjadi rasa sakit tak nyaman. Baru pertama kali dalam dua tahun karir modelnya ia mendapatkan perlakuan tak enak seperti ini.
“Excuse me? Who do you think mau ngejilat lo buat naikin pamor?” Marcy mendengus sarkas. “Gue gak expect seorang Aiden Kim yang dulu gue kagumin ternyata mulutnya brengsek ya?” Aiden sedikit terhenyak, tidak menyangka omega dihadapannya akan mengumpatinya seperti itu.
“I didn’t ask you buat jadi penggemar gue. Gue juga gak butuh” Marcy bungkam, namun keningnya tidak berhenti merengut.
“For the record, gue setuju akan kontrak ini karena gue ngehargain founder brand ini dan ngejaga profesionalitas gue sebagai house ambassador. Kalau bukan karena dua hal itu, gue gak sudi ngambil tawaran ini begitu tau gue harus kerja bareng omega”
Marcy benar-benar bungkam, ucapan dari alpha dihadapannya ini really took a toll on him. Marcy sudah terlanjur sakit hati dan siap menangis, tapi jika menangis di hadapannya si alpha menyebalkan ini malah akan semakin besar saja egonya.
“Wah selain mindset sama mulut lo yang brengsek, ternyata keseluruhan attitude lo juga sama brengseknya ya?” Marcy kembali mendengus sarkas. “Sia-sia banget gue mengidolakan a complete arse scumbag alpha kayak lo. Makasih udah buka mata gue dan memperlihatkan sifat asli lo, Sir Aiden. I’ll better get going, sorry for interrupting your time”
Dengan itu omega tinggi itu melengos, meninggalkan Aiden yang bergeming ditempatnya. Pertama kali dalam hidupnya, seseorang menyumpahi dirinya dengan sebutan kotor. Dan itu serapah itu keluar dari seorang omega resesif yang notabene derajatnya berada di bawahnya. Aiden terkejut tentu saja, but it’s for the best he thought. Semakin minim interaksinya dengan si omega, semakin minim juga kemungkinan traumanya terpicu.